Perempuan, Partisipasi
dan Pemberdayaan
Angka kemiskinan di dunia menunjukkan bahwa 2/3 perempuan
di dunia termasuk kategori miskin. Perempuan masih menjadi pihak yang dirugikan
oleh kemiskinan dan dipinggirkan oleh proses pembangunan. Dalam bidang
pendidikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal masih lebih banyak
diberikan kepada laki – laki dibanding perempuan. Di Indonesia 65 % anak tidak
sekolah adalah perempuan. Dalam bidang kesehatan angka kematian ibu, merupakan
angka terbesar di Asia yaitu 375 per 100.000 kelahiran.
Dalam pembangunan keterlibatan perempuan, masih lebih
banyak di sektor domestik dibandingkan dalam sektor publik. Perempuan, terutama
dari kalangan miskin seringkali menjadi penerima informasi kedua karena tidak
pernah terlibat dalam rembug – rembug yang diselenggarakan untuk memecahkan
permasalahan masyarakat. Memang di beberapa tempat kehadiran perempuan dalam
penentuan keputusan terjadi walaupun
jumlahnya relatif kecil, akan tetapi seringkali suaranya kalah dengan suara
laki – laki yang jumlahnya cukup besar, bahkan kadang – kadang mereka hanya ikut hadir tetapi tidak bisa
memberikan suaranya. Padahal rembug – rembug yang dilakukan warga merupakan
aset yang besar sebagai modal sosial untuk melibatkan masyarakat dalam proses
memecahkan persoalan kehidupan mereka.
Menjadi strategis melibatkan perempuan dalam proses
pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan
evaluasi , karena :
1. Penghargaan
terhadap perempuan sebagai manusia yang merdeka yang berhak untuk menentukan
pemecahan masalah yang dihadapinya.
2. Pemecahan masalah –
masalah, termasuk masalah kemiskinan yang menyangkut perempuan akan lebih tepat
apabila dibicarakan bersama dengan perempuan karena merekalah yang betul –
betul merasakan masalah dan kebutuhannya. Keputusan yang diambil hanya oleh
kaum laki – laki seringkali hanya berhubungan dengan dunia laki – laki dan
tidak mempunyai sensitivitas kepada masalah perempuan. Bila memikirkan masalah
perempuanpun seringkali dasarnya tidak kuat karena mereka tidak mengalami
masalahnya.
3. Memberi kesempatan
kepada perempuan untuk menjalankan tanggung jawab sosialnya sebagai manusia.
4. Potensi yang besar
yang dipunyai oleh perempuan, akan sangat berarti apabila digunakan bukan hanya
untuk sektor domestik akan tetapi juga dalam sektor publik sehingga dapat
dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
5. Keterlibatan dalam
semua proses pembangunan memberikan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan
dan informasi yang sama.
Pendekatan pembangunan yang dipakai adalah pendekatan
yang adil dan setara, sehingga ada jaminan terbukanya seluruh akses baik bagi
laki – laki dan perempuan untuk ikut bereperan aktif dalam seluruh kegiatan
masyarakat, karena sebagai manusia laki – laki dan perempuan mempunyai hak dan
kewajiban yang sama.
Pendekatan yang
sejajar dan setara memberi peluang kemitraan bagi laki – laki dan perempuan
sehingga akan saling melengkapi sesuai dengan potensi yang dimiliki masing –
masing bukan untuk saling menguasai. Diharapkan masing – masing pihak dapat
menghargai perbedaan, dengan perbedaan bisa saling mengisi bukan untuk saling
menguasai.
Pada kenyataannya perempuan terutama kelas bawah, harus
berjuang untuk melibatkan diri dalam proses pembangunan . Makin banyak
pembangunan tanpa melibatkan mereka sebagai subyek, pembangunan tersebut
semakin memunculkan fenomena mensubordinasikan perempuan.
Yang terjadi selama ini bukan pembangunan
untuk perempuan akan tetapi perempuan untuk pembangunan.
Menarik apa yang
diungkapkan oleh Tuti Heraty Noerhadi (1989) :
” .... sebab bukan demi pembangunan itu sendiri kaum
perempuan harus mengadakan refleksi, melainkan dari satu kenyataan saja bahwa
kaum perempuan harus diletakan sebagai manusia ”.
Upaya memberdayakan perempuan perlu terus dilakukan agar
mereka tidak terjebak sebagai objek melainkan dapat berperan sebagai subyek dan
memberikan seluruh potensinya untuk proses pembangunan.
No comments:
Post a Comment