Dalam proses menemukenali penyebab kemikinan dan akar masalah kita temukan penyebab kemiskinan pada dasarnya merupakan akibat dari sikap mental para pelaku pembangunan yang negatif dan pandangan – pandangan yang merugikan kelompok masyarakat tertentu (warga miskin).
Apabila kita uraikan secara lebih rinci
kedua masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Tidak semua masyarakat terlibat dalam
proses pembangunan dari mulai menemukenali kebutuhan sampai memutuskan
pemecahan masalah. Di banyak tempat program
– program untuk masyarakat disusun oleh ‘Orang Luar’ bukan oleh masyarakat
setempat, sehingga banyak yang tidak tepat sasaran dan tidak tepatguna (jadi
mubazir dan tidak berkelanjutan).
2. Adanya pandangan
umum bahwa masyarakat tidak. mampu
memecahkan masalah sendiri,tidak mempunyai pengalaman, kurang pengetahuan
sehingga masyarakat tidak diberi
kesempatan untuk memecahkan masalahnya sendiri.
3. Kesempatan untuk
membangun hanya diberikan kepada kelompok tertentu begitu juga hasilnya hanya
bisa dinikmati oleh kelompok tertentu, artinya tidak semua masyarakat mendapatkan hak yang sama (tidak ada
kesetaraan).
4. Pelayanan publik
baik bidang sosial, ekonomi maupun lingkungan hanya bisa dinikmati sebagian
orang , sebagian lainnya tidak bisa mengakses karena mahal dan kurang informasi.
5. Melemahnya
solidaritas sosial yang menyebabkan memudarnya modal sosial masyarakat.
6. Sikap mental dan perilaku masyarakat
yang masih menggantungkan diri pada
bantuan pihak luar, kurang bekerja keras, apatis, tidak percaya pada kemampuan
sendiri.
7. Memudarnya kebersamaan, banyak pihak
yang mempunyai pandangan bahwa masalah kemiskinan hanya tanggungjawab
pemerintah dan orang miskin, sehingga banyak yang tidak peduli.
8. Pada umumnya masyarakat, tidak mempunyai
wadah (lembaga) yang betul – betul memperjuangkan kepentingan masyarakat
khususnya warga miskin karena pelaku – pelaku pengambil kebijakan pada suatu
lembaga yang ada cenderung mementingkan
diri sendiri, tidak perduli, dan tidak jujur.
Dengan
melihat permasalahan di atas, maka boleh dikatakan ada 2 kelompok besar
masyarakat yaitu :
1. Kelompok yang bisa mudah mengakses
informasi, mempunyai pengetahuan dan pengalaman karena mempunyai pendidikan
yang memadai, mempunyai sumberdaya seperti modal, penguasaan terhadap
sumberdaya alam dan lain – lain.
Dengan
pengetahuan, pengalaman, informasi dan sumberdaya yang dimilikinya kelompok ini
dapat menguasai kelompok lainnya,
sehingga mampu mendominasi dan sering disebut sebagai kelompok dominan.
Contohnya seringkali pemilik modal bisa mempengaruhi kebijakan (keputusan) yang
dikeluarkan oleh lembaga – lembaga keuangan.
Oleh
karena itu pengetahuan, informasi dan sumberdaya tadi sering disebut sumber
kekuasaan. Apabila kelompok ini tidak mempunyai kepedulian, mementingkan diri
sendiri, tidak jujur maka akan menyebabkan warga miskin semakin miskin.
2. Kelompok yang tidak mempunyai
pengetahuan, pengalaman, kurang bisa mengakses informasi, tidak mempunyai akses
terhadap sumberdaya.
Kelompok
ini biasanya merupakan kelompok miskin dan perempuan yang sering disebut
kelompok yang terpinggirkan karena seringkali tidak pernah dilibatkan dalam
pengambilan keputusan untuk proses pembangunan.
Kelompok
ini juga seringkali tidak berdaya karena
tidak mempunyai sumber kekuasaan yang dibutuhkan.
Berdasarkan
permasalahan di atas perlu perubahan dari kondisi yang sekarang (permasalahan)
ke arah yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan . Artinya perlu dilakukan
proses perubahan sebagai upaya pemecahan masalah di atas.
Penerapan P2KP, sebagai upaya penanggulangan kemiskinan, melakukan
pendampingan proses pembelajaran masyarakat melalui penyadaran kritis agar dapat memecahkan masalah sendiri. Proses
perubahan yang diharapkan terjadi adalah dari kondisi masyarakat yang tidak
berdaya, menjadi mandiri dan pada satu saat akan menjadi masyarakat madani
Masyarakat
yang tidak berdaya, warga miskin dan perempuan, harus dimampukan dengan
memberikan pengetahuan, meningkatkan keterampilan, mendapat sumberdaya dan
merubah pola pikir mereka sehingga menjadi masyarakat yang berdaya melalui proses
pemberdayaan. Di lain pihak kelompok
yang selama ini mempunyai sumber kekuasaan tadi (kelompok dominan) harus mau
membagikan pengetahuan, informasi, dan sumberdayanya bagi kelompok yang lain.
Pada kenyataannya proses di
atas tidak selalu berjalan mulus, karena :
1. Kelompok yang
terpinggirkan ketika sudah berdaya seringkali menjadi kelompok baru yang
mempunyai kekuatan karena mereka memiliki sumber kekuasaan.
Hal ini dapat terjadi kalau orang – orang tersebut tidak
mempunyai kepedulian dan mementingkan diri sendiri.
2. Kelompok yang dominan juga tidak akan
serta merta dengan rela hati untuk membagikan sumber kekuasaannya bagi pihak
lain.
Sama
dengan di atas hal ini juga terjadi apabila kelompok ini tidak mempunyai
kepedulian terhadap pihak lain dan mementingkan diri sendiri sehingga tidak
mempunyai rasa keadilan.
Kepedulian,
sikap mau berbagi, keikhlasan menjadi landasan untuk membangun kebersamaan
(solidaritas sosial) yang menjadi kontrol/landasan dari terciptanya ikatan –
ikatan yang didasarkan saling percaya (modal sosial). Dengan demikian sikap
mental dan pola pikir kita menjadi bagian yang utama untuk mengatasi
permasalahan kemiskinan.
Kedua
hal inilah yang coba dipecahkan oleh P2KP, karena pada dasarnya pendampingan
yang dilakukan oleh P2KP berusaha untuk menggali dan menumbuhkan sikap mental
yang positif sesuai dengan nilai – nilai luhur kemanusiaan dan membongkar
paradigma – paradigma mengenai manusia (pembangunan manusia) yang keliru.
Oleh
karena hal tersebut di atas, maka pendekatan pemberdayaan yang dipakai oleh
P2KP adalah pemberdayaan sejati. Pendekatan ini menekankan pada proses
pemberdayaan agar manusia mampu menggali nilai – nilai baik yang telah dimiliki
dan mampu menggunakannya secara merdeka (tidak tergantung kepada pendapat pihak
lain yang keliru) sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk ciptaan
Tuhan dan fitrahnya sebagai manusia.
Dengan
dilandasi oleh nilai – nilai kesetaraan,
keadilan, kejujuran, keikhlasan dan nilai nilai kebaikan lainnya upaya
perubahan untuk pemecahan masalah dilakukan melalui :
1. Pengorganisasian masyarakat dengan
melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan penanggulangan kemiskinan mulai dari proses
menemukenali masalah, perencanaan, pelaksanaan sampai monitoring evaluasi,
sebagai wujud dari partisipasi dan demokrasi.
Dengan keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan proses tersebut, maka :
a. Memberi hak yang sama (setara) kepada
seluruh masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan, informasi dan kesempatan belajar yang sama. Dalam hal
ini terkandung nilai – nilai keterbukaan (transparansi).
b. Meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam memahami masalah – masalah yang
mereka hadapi terutama mengenai masalah kemiskinan dan mencari upaya pemecahan
secara bersama.
c. Persoalan menjadi tanggungjawab semua
pihak, bukan hanya tanggungjawab pemerintah ataupun kelompok masyarakat
tertentu.
d. Menentukan kelompok sasaran secara
mandiri, sehingga semua pihak diperlakukan secara adil untuk bisa terjangkau
oleh pelayanan publik
2. Untuk menjamin keberlanjutan
pengorganisasian masyarakat, dibutuhkan wadah (lembaga) yang dimotori oleh pemimpin – pemimpin yang
mempunyai nilai – nilai kebaikan (sikap mental yang positif). Artinya pemimpin – pemimpin tersebut haruslah merupakan
representasi dari nilai – nilai kemanusiaan. Diharapkan para pemimpin yang
jujur, adil, ikhlas, amanah akan mampu menjadi motor penggerak proses
penanggulangan kemiskinan di kelurahan/desa dengan dilandasi prinsip – prinsip
keadilan (keputusan yang dikeluarkan tidak berpihak), keterbukaan (transparan),
bertanggungjawab (akuntabel), keputusan tidak didasari oleh kepentingan –
kepentingan pribadi atau golongan, memberikan kesempatan dan hak yang sama
kepada seluruh masyarakat untuk terlibat dalam keseluruhan kegiatan dan
sebagainya.
Paradigma
(pola pikir) yang ingin dikembangkan melalui P2KP :
1. Akar
persoalan kemiskinan adalah lunturnya
nilai – nilai kemanusiaan yang melahirkan ketidakadilan, keserakahan,
mementingkan diri sendiri atau golongan, ketidakperdulian dan sebagainya. Oleh
karena itu musuh bersama kemiskinan adalah ‘sifat – sifat buruk manusia’, bukan
organisasi atau lembaga.
2. Keadilan, kesetaraan, keperdulian yang
menjadi dasar bagi penyelesaian masalah kemiskinan akan bisa dilaksanakan oleh orang
– orang yang berdaya ,bukan orang –
orang dari golongan tertentu, wilayah tertentu atau dari jenis kelamin
tertentu.
3. Manusia yang berdaya sejati adalah
manusia yang mampu menggunakan dan memberikan nilai – nilai kebaikan yang ada
dalam dirinya untuk kepentingan kesejahteraan lingkungannya.
4. Manusia pada dasarnya baik, akan tetapi
kebaikannya tertutup oleh sistem serta tatanan kehidupan di sekitarnya.
Kebaikan – kebaikan manusialah yang merupakan perbedaan hakiki antara manusia
dengan makhluk lain.
5. Kemiskinan
merupakan masalah bersama, sehingga hanya akan bisa dipecahkan secara bersama. Oleh karena itu perlu
keterlibatan semua pihak dalam proses pembangunan.
6. Masyarakat pada
dasarnya mampu dan mempunyai potensi untuk memecahkan masalah dan menolong
dirinya sendiri, sehingga mereka harus diberi kesempatan untuk terlibat dalam
kegiatan pembangunan.
7. Demokrasi yang
paling tinggi adalah pengambilan keputusan melalui musyawarah dan mufakat yang
dilandasi kesadaran klritis.
8. Seluruh lapisan masyarakat mempunyai hak
yang sama untuk ikut terlibat dalam pembangunan.
Apabilala
proses penyadaran kritis yang menekankan pada perubahan paradigma dan sikap
perilaku di atas dapat berkelanjutan, maka diharapkan pelan – pelan akan
terjadi perubahan masyarakat secara bertahap , yaitu :
Dari
masyarakat yang tidak berdaya menjadi masyarakat berdaya.
Melalui proses belajar yang dilakukan, kelompok – kelompok yang terpinggirkan
bisa mempuyai daya (kemampuan) untuk menggapai kebutuhan hidupnya.
Dari
masyarakat berdaya menjadi masyarakat mandiri, yaitu
dimana masyarakat bisa menolong dirinya secara mandiri, tidak lagi bergantung
kepada pihak lain . Hubungan – hubungan dengan pihak lain dilandasi kesetaraan
(kesalingbergantungan).
Dari
masyarakat mandiri menjadi masyarakat madani. Suatu
saat diharapkan akan tercipta hubungan – hubungan sosial antar berbagai
kelompok dalam masyarakat (pemerintah -
masyarakat , kaya - miskin, kelompok agama, antar suku dan sebagainya)
yang saling menghargai, saling perduli, saling memahami sehingga tidak ada lagi
sekat – sekat antar golongan (kelompok) dalam masyarakat. Kondisi inilah yang
disebut sebagai masyarakat madani.
*) Penulisan diatas merupakan pemahaman dasar oleh Bapak Parwoto, Marnia
Nes, Pedoman Umum P2KP
No comments:
Post a Comment