A. Pengertian Good
Governance
Dari
beberapa literatur yang ada seperti Masyarakat
Transparansi Indonesia - The Indonesian Society for Transparency, sejak
tumbangnya rezim Orde Baru dan digantikan dengan gerakan reformasi, istilah Good
Governance begitu popular. Hampir di setiap event atau peristiwa penting
yang menyangkut masalah pemerintahan, istilah ini tak pernah ketinggalan.
Bahkan dalam pidato-pidato, pejabat negara sering mengutip kata-kata di atas.
Pendeknya Good Governance telah menjadi wacana yang kian popular di
tengah masyarakat.
Meskipun
kata Good Governance sering disebut pada berbagai event dan peristiwa
oleh berbagai kalangan, pengertian Good Governance bisa berlainan antara
satu dengan yang lain. Ada sebagian kalangan mengartikan Good Governance
sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan suatu negara,
perusahaan atau organisasial masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat
tertentu. Sebagian kalangan lain ada yang mengartikan good governance sebagai
penerjemahan konkret demokrasi dengan meniscayakan adanya civic culture
sebagai penopang sustanaibilitas demokrasi itu sendiri.
Masih
banyak lagi ‘tafsir’ Good Governance yang diberikan oleh berbagai pihak.
Seperti yang didefinikan oleh World Bank sebagai berikut: Good Governance
adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung
jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien,
penghindaran salah alokasi dana investasi, dan pencegahan korupsi baik secara
politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan
legal and political framework bagi tumbuhnya aktivitas usaha.
Namun
untuk ringkasnya Good Governance pada umumnya diartikan sebagai
pengelolaan pemerintahan yang baik. Kata ‘baik’ disini dimaksudkan sebagai
mengikuti kaidah-kaidah tertentu sesuai dengan prinsip-prinsip dasar Good
Governance.
B. Prinsip-prinsip Good Governance
Kunci
utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di
dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja
suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan
dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya
masalah ini, prinsip-prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana
tertera di bawah ini:
1.
Partisipasi
Masyarakat
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.
2.
Tegaknya
Supremasi Hukum
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.
3.
Transparansi
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
Tranparansi dibangun atas dasar arus informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4.
Peduli pada Stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5.
Berorientasi pada Konsensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.
6.
Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7.
Efektifitas dan Efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
8.
Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan. Bentuk pertanggung jawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung dari jenis organisasi yang bersangkutan.
9.
Visi Strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
C. Pilar-pilar Good Governance
Good Governance hanya bermakna bila keberadaannya
ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Negara
a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang
stabil
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
b. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable
d. Menegakkan HAM
e. Melindungi lingkungan hidup
f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
2. Sektor Swasta
a. Menjalankan industri
b. Menciptakan lapangan kerja c. Menyediakan insentif bagi karyawan
d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
b. Menciptakan lapangan kerja c. Menyediakan insentif bagi karyawan
d. Meningkatkan standar hidup masyarakat
e. Memelihara lingkungan hidup
f. Menaati peraturan
g. Transfer ilmu pengetahuan dan tehnologi kepada masyarakat
h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
3. Masyarakat Madani
a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
b. Mempengaruhi kebijakan publik
c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat
b. Mempengaruhi kebijakan publik
c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah
d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
e. Mengembangkan SDM
f. Sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat
D. Agenda Good Governance
Good Governance sebagai suatu gerakan adalah
segala daya upaya untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik. Oleh karena
itu gerakan good governance harus memiliki agenda yang jelas tentang apa yang
mesti dilakukan agar tujuan utamanya dapat dicapai.
Untuk kasus Indonesia, agenda good governance
harus disesuaikan dengan kondisi riil bangsa saat ini, yang meliputi:
1. Agenda Politik
Masalah politik seringkali menjadi penghambat bagi
terwujudnya good governance. Hal ini dapat terjadi karena beberapa sebab,
diantaranya adalah acuan konsep politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi
pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang melanda bangsa
Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistim politik yang kurang
demokratis. Oleh karena itu perlu dilakukan pembaharuan politik yang menyangkut
masalah-masalah penting seperti:
a.
Amandemen UUD 1945 Sebagai sumber hukum dan acuan pokok
penyelenggaraan pemerintahan, amandemen UUD 1945 harus dilakukan untuk
mendukung terwujudnya good governance seperti pemilihan presiden langsung,
memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR, kemandirian lembaga peradilan,
kemandirian kejaksaan agung dan penambahan pasal-pasal tentang hak asasi
manusia.
b.
Perubahan Undang-Undang Politik dan Undang-Undang
Keormasan yang lebih menjamin partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.
c.
Reformasi agraria dan perburuhan
d.
Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI
e.
Penegakan supremasi hukum
2. Agenda Ekonomi
Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah
sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara
menyeluruh. Untuk kasus Indonesia, permasalahan krisis ekonomi ini telah
berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda akan segera berakhir. Kondisi demikian
ini tidak boleh dibiarkan berlanjut dan harus segera ada percepatan pemulihan
ekonomi. Mengingat begitu banyak permasalahan ekonomi di Indonesia, perlu
dilakukan prioritas-priotitas kebijakan. Prioritas yang paling mendesak untuk
pemulihan ekonomi saat ini antara lain:
a. Agenda Ekonomi Teknis
Otonomi Daerah. Pemerintah dan rakyat Indonesia telah membuat keputusan
politik untuk menjalankan otonomi daerah yang esensinya untuk memberikan
keadilan, kepastian dan kewenangan yang optimal dalam pengelolaan sumber daya
daerah guna memungkinkan daerah dapat mengaktualisasikan segala potensi yang
dimilikinya. Agar pelaksanaan otonomi daerah ini berjalan tanpa gejolak
dibutuhkan serangkaian persiapan dalam bentuk strategi, kebijakan program dan
persiapan institusi di tingkat pusat dan daerah.
Sektor Keuangan dan Perbankan. Permasalahan terbesar sektor keuangan saat
ini adalah melakukan segala upaya untuk mengembalikan fungsi sektor perbankan
sebagai intermediasi,serta upaya mempercepat kerja BPPN. Hal penting yang harus
dilakukan antara lain pertama; tidak adanya dikhotomi antara bankir nasional
dan bankir asing, lebih diperlukan kinerja yang tinggi, tidak peduli apakah hal
itu dihasilkan oleh bankir nasional ataupun asing. Kedua, perlu lebih mendorong
dilakukannya merger atau akuisisi, baik di bank BUMN maupun swasta. Ketiga,
pencabutan blanket guarantee perlu dipercepat, namun dilakukan secara bertahap.
Keempat, mendorong pasar modal dan mendorong independensi pengawasan (Bapepam).
Kelima, perlunya penegasan komitmen pemerintah dalam hal kinerja BPPN khususnya
dalam pelepasan aset dalam waktu cepat atau sebaliknya.
Kemiskinan dan Ekonomi Rakyat. Pemulihan ekonomi harus betul-betul
dirasakan oleh rakyat kebanyakan. Hal ini praktis menjadi prasarat mutlak untuk
membantu penguatan legitimasi pemerintah, yang pada giliranya merupakan bekal
berharga bagi percepatan proses pembaharuan yang komprehensif menuju Indonesia
baru.
b. Agenda Pengembalian Kepercayaan
Hal-hal yang diperlukan untuk mengembalikan atau menaikkan kepercayaan
terhadap perekonomian Indonesia adalah kepastian hukum, jaminan keamanan bagi
seluruh masyarakat, penegakkan hukum bagi kasus-kasus korupsi, konsistensi dan
kejelasan kebijakan pemerintah, integritas dan profesionalisme birokrat,
disiplin pemerintah dalam menjalankan program, stabilitas sosial dan politik,
dan adanya kepemimpinan nasional yang kuat.
c. Agenda
Sosial
Masyarakat yang berdaya, khususnya dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan merupakan perwujudan riil good governance. Masyarakat semacam ini
akan solid dan berpartisipasi aktif dalam menentukan berbagai kebijakan
pemerintahan. Selain itu masyarakat semacam ini juga akan menjalankan fungsi
pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan.
Sebaliknya, pada masyarakat yang masih belum berdaya di hadapan negara, dan
masih banyak timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme
kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan. Salah
satu agenda untuk mewujudkan good governance pada masyarakat semacam ini adalah
memperbaiki masalah sosial yang sedang dihadapi.
Masalah sosial yang cukup krusial dihadapi bangsa Indonesia akhir-akhir ini
adalah konflik yang disertai kekejaman sosial luar biasa yang menghancurkan
kemanusiaan dan telah sampai pada titik yang membahayakan kelanjutan kehidupan
dalam bentuk kekerasan komunal dan keterbuangan sosial dengan segala variannya.
Kasus-kasus seperti pergolakan di Aceh dan Ambon adalah beberapa contoh dari
masalah sosial yang harus segera mendapatkan solusi yang memadai.
Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah harus melakukan tindakan
pencegahan terhadap daerah lain yang menyimpan potensi konflik. Bentuk
pencegahan terhadap kekerasan komunal dapat dilakukan melalui; memberikan
santunan terhadap mereka yang terkena korban konflik, mencegah berbagai
pertikaian _vertikal maupun horizontal_ yang tidak sehat dan potensial
mengorbankan kepentingan bangsa dan mencegah pula segala bentuk anarkhi sosial
yang terjadi di masyarakat.
d. Agenda Hukum
Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good governance. Kekurangan
atau kelemahan sistim hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja
pemerintahan secara keseluruhan. Dapat dipastikan, good governanance tidak akan
berjalan mulus di atas sistim hukum yang lemah. Oleh karena itu penguatan
sistim hukum atau reformasi hukum merupakan kebutuhan mutlak bagi terwujudnya
good governance.
Sementara itu posisi dan peran hukum di Indonesia tengah berada pada titik
nadir, karena hukum saat ini lebih dianggap sebagai komiditi daripada lembaga
penegak keadilan. Kenyataan demikian ini yang membuat ketidakpercayaan dan
ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.
Untuk memulihkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap hukum dalam rangka
mewujudkan good governance diperlukan langkah-langkah kongkret dan sistimatis.
Langkah-langkah tersebut adalah:
a.
Reformasi Konstitusi Konstitusi merupakan sumber hukum
bagi seluruh tata penyelenggaran negara. Untuk menata kembali sistim hukum yang
benar perlu diawali dari penataan konstitusi yang oleh banyak kalangan masih
banyak mengandung celah kelemahan.
b.
Penegakan Hukum Syarat mutlak pemulihan pepercayaan
rakyat terhadap hukum adalah penegakan hukum. Reformasi di bidang penegakkan
hukum yang bersifat strategis dan mendesak untuk dilakukan adalah; pertama,
reformasi Mahkamah Agung dengan memperbaiki sistim rekrutmen (pengangkatan),
pemberhentian, pengawasan dan penindakan yang lebh menekankan aspek
transparansi dan partisipasi masyarakat. Perbaikan sebagaimana tersebut di atas
harus dilakukan oleh Komisi Yudisial Independen yang anggotanya terdiri dari
mantan hakim agung, kalangan prakatisi hukum, akademisi/cendekiawan hukum dan
tokoh masyarakat. Kedua, reformasi Kejaksaan.
Untuk memulihkan kinerja kejaksaan saat ini khususnya dalam menangani
kasus-kasus KKN dan pelanggaran HAM, perlu dilakukan fit and proper test terhadap
Jaksa Agung dan pembantunya sampai eselon II untuk menjamin integritas pribadai
yang bersangkutan. Selain itu untuk mengawasi kinerja kejaksaan perlu dibentuk sebuah komisi
Independen Pengawas Kejaksaan.
c.
Pemberantasan KKN KKN merupakan penyebab utama dari tidak
berfungsinya hukum di Indonesia. Untuk memberantas KKN diperlukan setidaknya
dua cara; pertama dengan cara mencegah (preventif) dan kedua, upaya
penanggulangan (represif). Upaya pencegahan dilakukan dengan cara memberi
jaminan hukum bagi perwujudan pemerintahan terbuka (open government) dengan
memberikan jaminan kepada hak publik seperti hak mengamati perilaku pejabat,
hak memperoleh akses informasi, hak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
dan hak mengajukan keberatan bila ketiga hak di atas tidak dipenuhi secara
memadai.
Sedangkan upaya penanggulangan (setelah korupsi muncul) dapat diatasi
dengan mempercepat pembentukan Badan Independen Anti Korupsi yang berfungsi
melakukan penyidikan dan penuntutan kasus-kasus korupsi, memperkenalkan hakim-hakim
khusus yang diangkat khusus untuk kasus korupsi (hakim ad hock) dan
memperlakukan asas pembuktian terbalik secara penuh.
d.
Sumbangan Hukum dalam Mencegah dan Menanggulangi
Disintegrasi Bangsa Pengakuan identitas terhadap nilai-nilai lokal, pemberian
kewenangan dan representasi yang lebih luas kepada daerah, pemberdayaan
kemampuan masyarakat dan akses pengelolaan terhadap sumber daya alam lokal
menjadi isu penting yang sangat stategis di dalam menciptakan integritas
sosial, karena selama lebih dari tiga dekade masyarakat selalu ditempatkan
sebagai obyek, tidak diakui berbagai eksistensinya dan diperlakukan tidak adil.
Akumulasi dari permasalahan tersebut akhirnya menciptakan potensi yang sangat
signifikan bagi proses disintegrasi.
e.
Pengakuan Terhadap Hukum Adat dan Hak Ekonomi Masyarakat
Untuk menjamin hak-hak masyarakat hukum adat, maka diperlukan proses percepatan
di dalam menentukan wilayah hak ulayat adat secara partisipatif. Dengan begitu
rakyat akan mendapatkan jaminan di dalam menguasai tanah ulayat adat mereka dan
juga akses untuk mengelola sumber daya alam di lingkungan dan milik mereka
sendiri.
f.
Pemberdayaan Eksekutif, Legislatif dan Peradilan Untuk
lebih meningkatkan representasi kepentingan daerah di tingkat nasional, perlu
dilakukan rekomposisi keanggotaan utusan daerah, di mana keterwakilan rakyat di
daerah secara kongkret diakomodasi melalui pemilihan anggota utusan daerah
secara langsung oleh rakyat. Sistim pemilihan langsung juga dilakukan untuk
para pejabat publik di daerah khususnya gubernur, bupati/walikota.
Penerapan penegak hukum harus dilakukan secara kontekstual dengan
menggunakan kebijakan ‘selektive enforcement’ sehingga keadilan memang berasal
dari rasa keadilan yang hidup di masyarakat.
No comments:
Post a Comment