Partisipasi dan Pemberdayaan
Pemberdayaan
(empowerment) adalah sebuah konsep yang berhubungan dengan ‘kekuasaan’ (power).
Dalam tulisan Robert Chambers, kekuasaan (power) diartikan sebagai
kontrol terhadap berbagai sumber kekuasaan, termasuk ilmu pengetahuan dan
informasi.
Karena itu, pemikiran penting Chambers mengenai pemberdayaan
masyarakat adalah pengambilalihan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan
informasi, sebagai salah satu sumber kekuasaan yang penting, dari orang luar
(peneliti dan agen pembangunan) oleh masyarakat. Caranya dengan menggali dan
menghargai pengetahuan dan teknologi lokal, serta menjadikan proses
pembelajaran sebagai milik masyarakat, bukan milik orang luar.
Selain itu,
Chambers juga melihat isu kekuasaan dalam konteks pola hubungan antara kelompok
dominan/elite masyarakat dengan kelompok ‘bawah’, antara negara-negara miskin
(dalam skala komunitas, nasional maupun global).
Kekuasaan
dalam konteks politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi dan mengatur
kehidupan warga (rakyat). Kekuasaan politik harus dibatasi dengan membangun
sistem demokrasi. Karena itu, salah satu prinsip dasar demokrasi adalah
tersedianya ruang partisipasi warga yang mampu mengontrol penyalahgunaan
kekuasaan oleh pemimpin yang diberi mandat oleh warga.
Jadi, kekuasaan
sebenarnya adalah milik rakyat, tetapi yang terjadi kemudian adalah
pengambilalihan kekuasaan oleh elite politik karena belum/tidak berfungsinya
sistem pemerintahan yang mungkin ditegakkannya kedaulatan rakyat.
Hal ini
terjadi karena rakyat belum mampu melindungi kekuasaannya. Sedangkan, pemimpin
politik, cenderung untuk tidak bersedia membatasi kekuasaannya, bahkan lebih
suka memperbesar kekuasaan tersebut.
Terdapat
tujuh macam jenis kekuasaan yang dapat dijadikan dasar pengembangan strategi
pemberdayaan berbasis masyarakat ( Jim
Ife : Community Development; Creating Community Alternatives, Vision , Analysis
& Paractice,1995).
Ketujuh jenis kekuasaan ini satu sama lain saling
berhubungan dalam cara-cara yang kompleks, dan kategori (jenis) yang lain dapat
saja ditambahkan.
1. Kekuasaan
atas kesempatan dan pilihan pribadi
Di negara berkembang seperti
Indonesia, sebagian besar orang hanya memiliki sedikit kekuasaan untuk
menentukan kehidupan mereka sendiri : misalnya untuk membuat keputusan tentang
gaya hidup, dimana akan bertempat tinggal, dan jenis pekerjaannya. Struktur
masyarakat seringkali membatasi pilihan pribadi seseorang, misalnya , struktur
patriarki dan nilai-nilai gender seringkali membatasi kekuasaan bagi perempuan
dalam membuat pilihan sendiri ( pendidikan, kesehatan, pekerjaan, bahkan
jodohnya) dan kelompok etnis mayoritas bekerja untuk mengurangi kekuasaan etnis
minoritas.
Begitu juga norma – noma dan nilai-nilai budaya, seringkali
membatasi kekuasaan seseorang atas pilihan hidupnya., berdasarkan pembedaan
kelas, rasial, agama, dan gender. Salah satu konsekuensi dari kemiskinan yang
utama dalah tersedianya hanya sedikit pilihan atau kekuasaan untuk membuat
keputusan tentang kehidupan mereka sendiri. Jenis pekerjaan, pelayanan
kesehatan,pendidikan, kehidupan pribadi, hampir tidak tersedia banyak pilihan.
Pemerintah mengatur banyak hal (agama, orientasi seksual yang diijinkan, dokter
menentukan pengobatan tanpa memberi penjelasan atau menanyakan pendapat pasien,
dsb.).
Agenda pemberdayaan seharusnya
juga bekerja untuk mengembangkan kemampuan individu dalam menentukan berbagai
pilihan pribadi.
2. Kekuasaan
atas definisi dan kebutuhan
Negara seringkali merasa
bertanggung jawab untuk mennetukan dan merumuskan kebutuhan masyarakat. Selain
itu, para profesional seperti dokter, pekerja sosial, psikolog, guru dan
manajer, juga merasa memiliki keahlian dalam mendefinisikan kebutuhan orang
lain. Pada sudut pandang pemberdayaan, seharusnya masyarakat diberikan
kekuasaan untuk mendefinisikan dan merumuskan kebutuhan mereka sendiri. Agar
masyarakat mampu mendefinisikan kebutuhan yang relevan dengan suatu pengetahuan
dan keahlian, maka proses pemberdayaan menuntut pengembangan akses terhadap
pendidikan dan informasi secara merata.
3. Kekuasaan
atas ide
Penguasaan ide merupakan sumber
kekuasaan, baik berupa bahasa, ilmu pengetahuan, dan budaya yang dominan. Untuk
mengurangi dominasi kekuasaan atas ide perlu dikembangkan kapasitas seseorang
dalam memasuki forum dialog dengan yang lainnya. Selain itu perlu dikembangkan
kemampuan orang tersebut untuk menggali ide-ide dan berkontribusi terhadap
pemikiran umum. Untuk itu, pendidikan merupakan aspek penting dari
pemberdayaan.
4. Kekuasaan
atas institusi
Berbagai kesepakatan dan
keputusan dipengaruhi oleh institusi sosial seperti lembaga pendidikan, lembaga
kesehatan, keluarga, gereja, lembaga pemerintahan, media massa, dan lain-lain.
Karena itu, strategi pemberdayaan juga bisa bertujuan untuk meningkatkan akses
dan kontrol masyarakat dan seseorang terhadap institusi-institusi ini. Selain
itu, perlu dilakukan perubahan terhadap institusi-institusi ini agar lebih
terbuka, responsif, dan dapat dipertanggungjawabkan terhadap semua anggota
(transparan).
5. Kekuasaan
atas sumberdaya
Sebagian besar manusia memiliki
sedikit akses dan kontrol terhadap sumberdaya, baik sumberdaya keuangan maupun
sumberdaya bukan moneter seperti pendidikan, pengembangan diri, rekreasi dan
pengembangan budaya. Di dalam masyarakat modern dimana kriteria ekonomi menjadi
sumber penghargaan, kekuasaan terhadap sumberdaya ekonomi juga menjadi sangat
penting. Salah satu strategi pemberdayaan adalah semaksimal mungkin memberi
akses pada banyak orang terhadap pembagian dan penggunaan sumbedaya yang lebih
merata. Biasanya, di masyarakat (terutama masyarakat modern) terjadi
ketimpangan akses terhadap berbagai sumberdaya.
6. Kekuasaan
atas aktivitas ekonomi
Akses dan kontrol terhadap
mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran merupakan sumber kekuasaan yang
sangat vital dalam masyarakat mana saja. Kekuasaan ini dibagi secara tidak
merata terutama pada masayarakat kapitalis modern. Karena itu, proses
pemberdayaan seharusnya juga memastikan bahwa kekuasaan atas aktivitas ekonomi
dapat dibagikan (didistribusikan) secara cukup adil meskipun tidak merata.
7. Kekuasaan
atas reproduksi
Pengambilan keputusan dan
kontrol atas proses reproduksi telah menjadi kritik yang sangat penting dari
kaum feminis. Reproduksi tidak hanya diartikan sebagai proses kelahiran,
melainkan juga proses membesarkan anak, memberikan pendidikan dan keseluruhan
mekanisme (sosial, ekonomi, dan politik) yang mereproduksi genersi penerus.
Kekuasaan atas proses reproduksi merupakan pembagian yang tidak sama dalam
setiap masyarakat, berdasarkan nilai gender, kelas dan rasial. Kekuasaan atas
reproduksi termasuk kategori kekuasaan atas pilihan pribadi dan kekuasaan atas
ide.
No comments:
Post a Comment