Jati Diri

Sebenarnya
setiap manusia pada saat dilahirkan membawa atau ‘dibekali’ karakteristik
bawaan yang mulia (human endowment)
sebagai Karunia Tuhan. Namun dalam perjalanan hidup watak yang terbentuk bisa
berbeda dari watak bawaannya, atau bahkan bertentangan.
Menemukan
jati diri berarti menyadari, menghayati dan memahami untuk apa kita dilahirkan,
apa makna dari kelahiran dan hidup kita selanjutnya bagi kehidupan dan makna
kehidupan itu sendiri bagi diri kita.
Apabila
kita menyadari makna diri kita bagi kehidupan itu sendiri,kita akan tetap
menjaga dan memelihara potensi dan karakteristik bawaan kita serta
mengembangkannya untuk memperbaiki terus menerus kualitas hidup dan kehidupan.
Kesadaran ini akan menjadi dorongan yang kuat bagi diri kita untuk mengejar dan
mewujudkan cita – cita dan memaknai kehidupan kita sesuai dengan kebutuhan
dasar (kebutuhan yang paling tinggi nilainya) yaitu self transendence. Kebutuhan tertinggi itu ‘merupakan keseimbangan antara ‘selfish’ dan ‘selfless’. Selfish
mengandung arti ‘aku yang teguh’ sedangkan selfless
mengandung arti pengorbanan untuk sesama.
Mewujudkan
cita – cita, keberhasilannya lebih ditentukan oleh sikap mentalnya (attitude) ketimbang kemampuan atau
kecakapannya (aptittude). Sikap
mental dibentuk oleh dorongan dari dalam atau kemauan (willingness) seseorang, sedangkan kemampuan (ability) adalah rangsangan dari luar atau lingkungan.
Kinerja
seseorang ditentukan oleh dua faktor utama tadi, bisa bersifat positif
(konstruktif atau membangun) bisa juga bersifat negatif (destruktif atau
merusak), hal ini sangat tergantung kepada sikap mental pelakunya. Bila sikap
mental – nya positif, kinerja yang dihasilkan akan bersifat positif.
Sebaliknya, bila sikap mentalnya negatif, kinerja yang dihasilkan juga akan
negatif.
Kenyataannya
apabila orang menyadari makna dirinya dalam kehidupan dan makna kehidupan bagi
dirinya, segala perbuatan dalam hidupnya merupakan buah dari sikap mental
positif-nya yang bersumber dari kesadaran menemukan “jati diri” – nya,
kesadaran bahwa ia dilahirkan dengan bekal potensi dan karakteristik bawaan dan
keberadaannya di dunia diharapkan bisa berperan – betapapun kecilnya – dalam
memperbaiki kualitas kehidupan sebagai dikehendaki oleh Sang Pencipta.
Yang
ditinggalkan manusia di dunia pada hakekatnya hanyalah amal perbuatannya , dia
akan dikenang apabila dalam hidupnya bermanfaat atau mempunyai nilai bagi
sesama. Oleh karena itu yang paling penting adalah apa yang diperbuat seseorang
dalam hidupnya. Seperti kata pepatah : “
Lebih baik menjadi orang yang tidak dikenal – namanya- tetapi berbuat sesuatu –
yang bermanfaat, daripada orang yang dikenal – namanya – akan tetapi tidak
berbuat apapun”.
Setiap
perbuatan berawal dari pikiran, maka apa yang dipikirkan seseorang sebelum
mewujudkannya dalam perbuatan mempunai peranan yang menentukan nilai dari hasil
perbuatannya. Apabila pikiran yang berkembang bisa ‘mendengarkan’ bisikan
nurani, berarti mampu menangkap maksud dan tujuan kehidupan ini diciptakan ,
maka pikiran itu akan memperoleh daya (power) luar biasa sehingga perbuatan
yang diwujudkannyapun mempunyai nilai yang besar.
Kitapun
sebenarnya perlu menyadari atau menemukan kembali jati diri kita sendiri
sebagai manusia, makhluk yang diciptakan lebih unggul dari segala makhluk
ciptaan Tuhan, dengan segala karakteristik dan potensi bawaan sejak lahir yang
bisa dikembangkan untuk mencapai kemanfaatan yang lebih besar bagi diri kita
sendiri dan bagi kehidupan secara keseluruhan agar selalu mengarah pada maksud,
tujuan dan kehendak Sang Pencipta.
Bila
kita mempunyai pendirian yang teguh dan keyakinan pada kebenaran yang selalu
kita kejar, rintangan apa pun harus berani kita hadapi. Bila diri kita berdaya,
tidak seorang pun bisa memberdayakan kita, bahkan kita bisa memberdayakan orang
lain. Untuk menemukan jati diri kita, kenalilah terlebih dahulu diri kita;
siapa sebenarnya kita. Hal tersebut bisa dilakukan cukup dengan perenungan pada
perjalanan hidup yang sudah dilalui, kapan saja setiap saat, mawas diri pada
apa yang selama ini telah kita peroleh dan telah kita amalkan dalam hidup kita.
Pandanglah
Diri
Sebelum
mengenali diri, pandanglah terlebih dahulu diri kita. Cobalah berdiri di depan
cermin, bayangan dalam cermin itulah wujud diri. Dialah cermin kita, yang
paling setia dan jujur. Kita tidak akan bisa berbohong, karena setiap kali kita
akan berbohong’ “kawan” anda yang ada dalam cermin akan mengingatkannya. Kalau
kita tidak berdiri dalam cermin “kawan” kita tersebut sebenarnya “bersembunyi “
dalam diri kita, bahkan pikiran kita. Itulah yang disebut “hati nurani”.
Jangan
sekali – kali mencemoohkan rupa atau wujud bayangan kita dalam cermin. Karena
jika kita mencemoohkannya berarti kita kecewa dengan diri sendiri dan akhirnya
orang lainpun akan mencemoohkan dan meremehkan kita.
Kenalilah
Diri
Setelah
bisa melihat atau memandang diri , berusahalah untuk mengenali apa yang ada
dalam diri kita. Untuk mengenali diri
banyak cara yang bisa dilakukan . Jo Luft dan Harry Ingham mengembangkan model
yang disebut Jendela Johari (Johari Window) membantu kita untuk mengenali diri,
bisa dilihat dalam gambar kuadran di bawah ini :
Diri sendiri tahu
|
Diri sendiri tidak tahu
|
|
Orang lain tahu
|
“Terbuka”
(openess
atau public)
|
“Buta”
(Blind)
|
Orang lain tidak tahu
|
“Tertutup”
(close
atau private)
|
“Gelap”
(hidup
dalam kegelapan)
|
Terbuka :
Kita
mengenal diri sendiri begitu juga orang lain mengenal kita, berarti kita
mempunyai keterbukaan dengan demikian kita mampu membantu orang lain dan
sebaliknya.
Buta
:
Orang lain mengenal diri kita, tetapi
kita sendiri tidak tahu artinya kita buta,dan akan hidup terombang ambing .
Tertutup
:
Kita mengenal diri kita, akan tetapi orang lain tidak tahu bearti kita menutup diri dan tidak seorangpun bisa membantu
apabila kita memerlukan bantuan.
Gelap :
Orang lain tidak dan diri sendiri sama – sama tidak ‘mengenal
siapa sebenarnya kita”, berati hidup dalam kegelapan tidak tahu ke mana harus
menuju dan apa sebaiknya yang harus dilakukan.
Bila
kita diberikan pada dua alternatif pilihan, manakah yang anda akan pilih :
- Ingin
menjadi sosok pribadi yang diharapkan orang lain/lingkungan
- Ingin
menjadi sosok pribadi yang sesuai dengan gambaran pribadi anda
Bila
alternatif pertama yang dipilih, artinya kita membiarkan dibentuk oleh orang
lain/lingkungan (faktor eksternal). Bisa jadi apa yang diperbuat sebenarnya
hanya sekedar memenuhi harapan atau keinginan orang lain/lingkungan.
Bila
memilih alternatif yang kedua, bisa dianggap tidak peduli pada orang
lain/lingkungan, bahka bisa dianggap ‘melawan arus’. Tokoh – tokoh pemimpin yang kuat tidak jarang
harus berani “melawan arus’ demi membela
kepentingan sesama, walaupun harus mengorbankan dirinya karena berpegang tehuh pada prinsip.
Contohnya : Gandhi.
Temukan
Jati Diri
Untuk
mengenali diri kita bisa mencari sendiri lewat
perenungan, mawas diri dan lain – lain. Kekuatiran bahwa bila kita
mencari sendiri akan terlalu subjektif karena “ego” atau “aku” sebenarnya
bergantung pada seberapa besar “ego” kita dan apakah kita hanya sekedar ingin
tahu atau sadar merupakan kebutuhan kita untuk mengetahui atau mengenali jati
diri kita. Juga bergantung apakah kita mau membohongi diri kita sendiri – yang
sebenarnya sesuatu yang tidak mungkin kita lakukan – atau jujur pada diri kita
sendiri.
Mengenali,
menemukan dan menyadari jati diri kita akan lebih memberdayakan diri kita
sehingga kita menjadi semakin kuat untuk menghadapi dan mengatasi segala
rintangan dan hambatan dalam hidup guna mewujudkan cita – cita kita, visi kita
menuju kesuksesan dalam hidup, membuat kualitas hidup kita menjadi lebih baik
dan berpeluang memperbaiki kualitas kehidupan bagi sesama. Bukankah itu yang
menjadi tujuan dan kehendak Sang Pencipta, untuk itu pulalah kita
dilahirkan dan kita dilahirkan sama,
dibekali karakteristik dan potensi yang sama pula.
*)
Kisdarto Atmosoeprapto: Temukan Kembali Jati Diri Anda, dan BB Program P2KP
No comments:
Post a Comment