Partisipasi dan
Demokrasi
Partisipasi Sebagai Prinsip Demokrasi
Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan pada
kedaulatan rakyat (demos artinya rakyat, cratos artinya kewenangan).
Artinya, rakyat memberikan kewenangan/mandat kepada pemerintah untuk
’memerintah’ mereka. Dengan demikian, pemerintah memiliki ’kekuasaan’ (power)
karena kekuasaan itu diberikan oleh rakyat. Tetapi, karena dalam
praktek-praktek pemerintah seringkali menyalahgunakan kekuasaan tersebut, maka
dalam sistem demokrasi harus ada mekanisme agar rakyat bisa mengontrol dan
mengawasi sepak terjang pemerintah.
Selain itu, rakyat juga harus memiliki
ukuran-ukuran dalam menilai performa pemerintahannya, antara lain : perumusan
hak-hak sipil dalam suatu negara, adanya perlindungan HAM, dan adanya penegakan
hukum untuk semua.
Dalam konsep politik, partisipasi warga merupakan
keharusan (sebagai salah satu prinsip dasar sistem demokrasi). Partisipasi
warga itu dimaksudkan untuk mengontrol penyalahgunaan kekuasaan oleh pemimpin,
menyampaikan aspirasi kepada pemerintah, melibatkan warga dalam pelaksanaan
pemerintahan, memberi masukkan pada saat pengambilan keputusan yang menyangkut
kehidupan warga (publik). Bentuk-bentuk partisipasi warga dalam konsep politik
sebenarnya sangat luas, yaitu : keterlibatan warga dalam organisasi sosial
kemasyarakatan (organisasi sipil), kesediaan masyarakat untuk memberikan opini
terhadap isu-isu yang menyangkut kepentingan masyarakat (opini publik),
keterlibatan masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan, dan
sebagainya.
Partisipasi dalam kosakata politik sebenarnya jauh lebih
tua daripada partisipasi dalam wacana pembangunan.
Dalam politik, kata partisipasi
dipadankan dengan kata warganegara (citizen participation). Sedangkan
dalam pembangunan, kata partisipasi lebih banyak dipadankan dengan kata
masyarakat (community participation).
Pemilahan Partisipasi Sosial Dan Partisipasi Politik
Istilah partisipasi, dalam perkembangannya lebih populer
dalam wacana pembangunan dan cenderung berubah menjadi terminologi yang steril (a-politis).
Kebanyakan lembaga pemerintah, LSM dan donor menggunakan istilah partisipasi
dalam program pembangunan diartikan sebagai partisipasi sosial. Sehingga
terjadilah pemilahan partisipasi sosial
dengan partisipasi dalam proses demokrasi. (Hans Antlov, Paradigma Baru dalam
Partisipasi Masyarakat, Buletin Lesung Edisi 02, FPPM). Kedua istilah ini
masing-masing mempunyai keterbatasan : partisipasi sosial yang diartikan
sebagai upaya meningkatkan pengawasan masyarakat terhadap sumber – sumber
sosial terutama program-program pembangunan, ternyata tidak mampu mengatasi
persoalan – persoalan struktural yang dihadapi di dalam konteks persoalan di
Indonesia. Sedangkan partisipasi politik yang diartikan sebagai peranserta
masyarakat dalam pengertian politik secara sempit, tidak memadai sebagai
wilayah kerja untuk menegakkan demokrasi masyarakat.
Partisipasi sosial dalam pembangunan, memiliki
kecenderungan untuk dimaknai dan diaplikasikan secara teknis dan instrumental.
Hal ini mendorong terjadinya manipulasi partisipasi, karena sebenarnya
dipergunakan untuk mendorong peran serta masyarakat dalam agenda orang luar.
Jelas kedua jenis partisipasi di atas tidak akan mendorong demokratisasi dan restrukturisasi
masyarakat karena tidak mengembangkan kesadaran dan kepedulian yang lebih luas
dari warga masayrakat (elite dan warga masyarakat lainnya) dalam membangun
komunitas yang lebih baik.
Partisipasi masyarakat (community participation)
di kalangan pembangunan lebih sering diartikan sebagai partisipasi sosial
daripada partisipasi politik. Anggapan ini nampaknya menjadikan partisipasi
sebagai pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan, bukan partisipasi untuk
mengembangkan sistem dan struktur baru komunitas yang lebih setara,
partisipatif, dan demokratis. Partisipasi yang tidak mengembangkan perluasan di
tingkat komunitas, jelas tidak akan banyak berpengaruh terhadap demokratisasi
komunitas.
Di dalam konsep demokrasi, terdapat sejumlah pilar atau
prinsip yang harus ada sehingga bisa dikatakan demokrasi berjalan, yaitu :
PARTISIPASI WARGA; kesetaraan atau tidak adanya diskriminasi golongan, agama,
etnis, dan gender, toleransi terhadap perbedaan, akuntabilitas pemerintah
terhadap rakyat, transparansi pemerintahan, kebebasan berusaha untuk
mengembangkan ekonomi, kontrol terhadap penyalahgunaan kekuasaan, jaminan
perlindungan hak-hak sipil, perlindungan HAM, serta aturan dan penegakan hukum.
Partisipasi warga (citizen participation) di dalam
konsep demokrasi, diartikan sebagai keterlibatan warga dalam berbagai proses
pemerintahan, antara lain dalam pengembangan kebijakan publik, dalam mengawasi
jalannya pemerintahan, menyampaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat dan
dalam mendukung berbagai upaya pembangunan.
Masyarakat (komunitas) partisipatif adalah sebuah keadaan
yang menunjukkan bahwa partisipasi sudah menjadi nilai, sikap-perilaku, dan
budaya di suatu masyarakat, sehingga mereka bisa mengambil peran yang
menentukan, baik dalam proses – proses pembangunan maupun dalam pemerintahan
yang sesuai dengan asas – asas demokrasi.
Partisipasi
Asli; Partisipasi yang Mengembangkan Demokrasi Komunitas.
Karena itu, Hans Antlov, dalam tulisannya, menganjurkan
penggunaan kembali istilah partisipasi warga yang meliputi partisipasi sosial
dan partisipasi politik dalam arti luas. Partisipasi warga ini diartikan sebaga
keterlibatan warga masyarakat dalam pemerintahan lokal secara penuh, termasuk
dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan, dalam program-program
pembangunan,dalam proses pengambilan keputusan publik tingkat lokal, dalam
pemilihan kepemimpinan lokal (formal maupun informal),dsb, yang merupakan
seluruh bagian dari kehidupan masyarakat (komunitas). Karena itu, peran Lembaga
–lembaga pengembang program pembangunan juga meliputi peran sebagai
pengorganisir rakyat (community organizer) karena partisipasi warga
harus dikembangkan melalui penguatan lembaga-lembaga masyarakat/rakyat
(organisasi sipil) yang bilsa menjadi kelompok kepentingan dan kelompok penekan
tingkat lokal dan mempengaruhi kebijakan – kebijakan (mempengaruhi lembaga
politik formal melalui legislatif dan eksekutif lokal). Penguatan kelembagaan
masyarakat/rakyat (organisasi sipil) ini, diperlukan dalam menopang
pemerintahan lokal yang partisipatif (participatory local governance)
atau komunitas yang demokratis (demokratic community).
No comments:
Post a Comment